Kamis, 24 November 2011

DEMOKRASI YANG MEMERLUKAN PERTANGGUNG-JAWABAN

Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang berazaskan Demokrasi – Pancasila. Yang akan penulis bahas yaitu tentang demokrasi yang semakin hari semakin semrawut alias berantakan. Kita semua tahu bahwa demokrasi itu adalah system suatu negara yang mengutamakan pendapat rakyat. Pendapat rakyat yang ‘meaning’ buat negara akan diseleksi oleh DPR-MPR lalu dibahas dalam rapat dan diterapkan. Tetapi, sekarang ini pendapat rakyat justru banyak yang tidak didengar oleh para wakil rakyat di Senayan sana. Rakyat seperti hanya alat oleh pemerintah yang berupa ‘cover’ agar Indonesia dapat dikatakan negara Demokrasi.
Demokrasi yang seharusnya menomor-satukan rakyat, tetapi di Indonesia, rakyat justru dinomor-duakan dengan tidak diperdengarkan pendapat mereka yang berarti bagi bangsa dan negara ini. Rakyat sudah mengeluhkan banyaknya terjadi kemacetan lewat media massa, media televisi, dan lain lain, tetapi tetap saja tidak adanya solusi preventif maupun represif yang dilakukan oleh pemerintah. Rakyat sudah resah akibat ulah-ulah ormas dan pihak-pihak tertentu yang bertindak ‘premanisme’, tetap tidak tindak preventif dan represifnya. Rakyat mengeluh akibat sering terjadinya banjir di wilayah mereka, tetap saja tidak adanya tindakan preventif dan represif agar tidak terjadi banjir lagi.
Hei para wakil rakyat, ke mana saja kau? Ke mana kau di saat rakyatmu mengeluh? Kau yang mempunyai kewenangan untuk membentuk suatu ‘common goods’ agar rakyat sejahtera, tetapi mengapa kau hanya bisa diam dan tidak melakukan apapun yang dapat membuat keadaan lebih baik? Atau haruskah rakyat sendiri yang memperbaikinya jika engkau tidak mau? Jika itu yang engkau mau, kami bisa melakukannya tetapi kami tidak mempunyai kewenangan. Karena hanya kaulah yang mempunyai kewenangan tersebut.
Demokrasi di Indonesia juga semakin hari semakin buruk karena banyak tikus-tikus koruptor yang menggerogoti. Banyak kepala daerah yang merasa dirinya membayar pemilihnya sehingga mereka tidak perlu melakukan hal-hal yang bisa membuat perubahan yang lebih baik di daerahnya. Banyak juga wakil rakyat yang tidak mementingkan ‘common goods’, melainkan hanya kekayaan yang praktis yang mereka inginkan dari pemerintahan. Ironisnya, gaji mereka itu datang dari hasil keringat rakyat yang berupa pajak. Ibarat bom waktu, suatu saat yang tidak menentu, bom itu akan meledak. Begitupun juga dengan rakyat, suatu saat, rakyat akan ‘meledak’ alias akan memberontak terhadap pemerintah yang berfoya-foya dengan uang, bermain-main dengan birokrasi, dan bermain-main dengan suara rakyat.
Demokrasi akan menjadi hal yang ‘ridicolous’ jika banyaknya masalah di dalamnya. Jika ini terus berlanjut hingga waktu yang tidak menentu, maka ‘sooner or later’ Indonesia akan hancur atau merevolusi lagi seperti halnya ketika transisi Orde Baru ke Reformasi. Rakyat akan melakukan revolusi lagi ketika demokrasi di negara ini sudah menjadi ‘abu’ alias sudah tidak diperdulikan lagi dan hilang terbawa angin
Demokrasi adalah kebebasan rakyat yang sebebas-bebasnya. Seharusnya kebebasan tersebut memerlukan tanggung jawab. Tanggung jawab tersebut seharusnya ditangani oleh pemerintah agar kebebasan tersebut menjadi kebebasan demokrasi yang bertanggung jawab. Namun, apa daya pemerintah sekarang kurang memerhatikan rakyat. Sehingga apa yang terjadi sekarang adalah kebebasan yang hampir tidak terkendali
Sejak keran demokrasi dibuka selebar-lebarnya selepas lengsernya presiden Soeharto, rakyat Indonesia ketika itu bagaikan air yang macet di saluran air ledeng yang ketika dibuka kerannya, keluar semua airnya berhamburan. Efeknya? Efeknya yaitu rakyat Indonesia yang bebas sebebas-bebasnya tetapi tanpa pengawasan. Efeknya juga berpengaruh ke pemerintahan. Tidak adanya pengawasan yang ketat membuat para pejabat berubah menjadi ‘tikus-tikus’ pemakan uang. ‘Well’, inilah efek dari demokrasi tanpa adanya pengawasan yang ketat dan tidak bertanggung jawab.
Dari beberapa tulisan di atas, masyarakat bisa melakukan sesuatu agar demokrasi ini bisa terkendali dan bisa dipertanggung jawabkan :
Pertama, masyarakat bisa berpendapat yang lebih rasional, tidak terlalu mengeritik melainkan bisa menghargai dan bisa memberikan solusi yang membangun. Banyak sekarang masyarakat yang lebih mengkritik tanpa ada alasan yang jelas dan tanpa latar belakang yang jelas juga tentunya kenapa mereka mengkritik seperti itu. Seharusnya, masyarakat bisa lebih menghargai apa yang mereka kritik tersebut. Lebih bagusnya, masyarakat bisa memberikan solusi yang membangun daripada mesti mengkritik, mengkritik dan mengkritik. ‘Talk less, do more’!
Kedua, awasilah tindak-tanduk para wakil rakyat. Para wakil rakyat di Senayan sana perlu adanya pengawasan dari rakyat langsung. Banyaknya korupsi terjadi itu karena para wakil rakyat itu tidak diawasi tindakannya. Lembaga pengawasan korupsi seperti ICW (Indonesian Corruption Watch) dan lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga yang menjawab pertanyaan rakyat untuk menghapus korupsi di Indonesia ini. Tetapi, ‘seems like’ KPK juga banyak ditentang oleh banyak pihak. Penulis di sini yakin, bahwa pihak yang menentangnya adalah orang-orang yang terganggu karena proses mereka melakukan korupsi terganggu oleh KPK dan ICW. Di situasi seperti inilah, rakyat mesti bekerja di saat KPK dan ICW sedang digugat.
Ketiga, janganlah ada anarkis ketika menyampaikan aspirasi. Kita sering lihat juga bahwa demonstrasi sering terjadi di mana dan tidak sedikit pula dari mereka-mereka yang berdemonstrasi dengan anarkis. Come on, apakah masihg berlaku demonstrasi memakai cara anarkis? Ini hanyalah suatu tindakan bar-bar yang dapat menghambat jalannya demokrasi di negara kita. Sehingga, aspirasi kita pun tidak bakal dapet tersampaikan kepada wakil rakyat di sana. Kita perlu adanya musyawarah sesuai dengan Pancasila sila ke-4. Karena memang terbukti, bahwa dengan kita bermusyawarah dengan kepala yang dingin , itu bakal menemukan jalan keluar buat kita bersama.
Keempat, hey para wakil rakyat, janganlah kau merusak amanat rakyat ketika kau sudah dipilih mereka sebagai wakilnya. Banyak para wakil rakyat seperti tulisan-tulisan di atas, yang ‘mencong’ alias berbelok dari tujuan demokrasi, tujuan negara, dan visi &misi mereka ketika mereka sudah duduk di kursi wakil rakyat, dari DPR, DPRD maupun MPR. Contoh konkritnya, ketika wakil rakyat tersebut sudah terpilih, banyak dari rakyat yang memilih mereka terutama, yang mengharapkan wakil rakyat terpilih tersebut untuk melakukan visi dan misi yang ia bilang ketika pilkada. Tetapi nyatanya, justru wakil rakyat terpilih tersebut malah melakukan tindakan yang sangatlah tidak terpuji, yaitu korupsi. Inilah salah satu contoh yang membuat demokrasi di Indonesia tidak berjalan lancar.
Jadi, mari kita berdoa sebagai warga negara Indonesia agar demokrasi di Indonesia ini dapat berjalan lancar seperti yang seharusnya. Semoga tidak ada lagi ketidak-lancaran demokrasi di negara kita setelah Pemilu 2014 ketika semua wakil rakyat dirombak dan digantikan dengan yang baru dan semoga para wakil rakyat yang terpilih nanti dapat menjalankan amanat rakyat dengan sebaik mungkin.


Oleh : Rafi Eranda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar